Sabtu, 05 November 2011

nyolong cerita dulu ahh....

Rangkaian kata menyusun lirik di tiap paragraf yang kutulis. Cerita ini mengenai sisi kehidupan yang sekiranya tak akan pernah aku temui tanpa kemurahan Tuhan yang menyayangi hambaNya. Terima kasih Tuhan kerena telah memberikan kesempatan bagiku tuk berjalan bersamanya. Merangkai cerita cinta yang sangat indah bagiku dan sekiranya cukup indah baginya begitu pula bagi teman teman kami.

***
Waktu terus berputar hingga akhirnya kutersadar bahwa harapanku tuk memilikinya sangatlah kecil. Aku sadar siapa aku. Aku sadar siapa orang yang saat itu berdiri tegak disampingku. Karena orang itulah aku menyadari bahwa tak ada kesempatan sekecil apapun tuk menghampirinya. Dan semakin sulit pula ketika orang yang sebelumnya aku kasihi dan aku sayangi meninggalkanku tuk sejenak, mungkin, atau untuk selamanya. Tak ada kabar. Tak ada sedikitpun lisan atau secarik tulisan yang ia tinggalkan untukku. Aku bingung. Hal apakah yang harus kuperbuat? Diam tak berdaya. Senar kutarik ketika layangku terbang tersapu angin sore.
Orang yang aku impikan telah memiliki perempuan. Perempuan yang ia puja. Benar kata temanku, “ Buad apa kau menanyakan lelaki itu.? Riyo telah beristri. Bodoh.!!”
Hatiku tiada henti memikirkannya. Walau beristri pula yang kupikirkan. Mendengar kabar mengenai sahabatnya, kegiatan yang ia ikuti dan bahkan organisasinya pun membuatku penasaran. Riyo, Riyo, Riyo, dirimu terus membayangiku di tiap langkah yang kutapaki di bumi ini. Semenjak kau menunjukkan pada khalayak bahwa bumi kita butuh tindakan bukan bualan, tiada henti kubertanya siapakah dirimu sesungguhnya. Tak pernah kudengar kabar tentangmu. Urutan nomor yang kuharap ada di daftar panggilanku pun tak ku temukan. Hingga sahabatmu, Ardi yang kebetulan memang ia adalah anak yang bisa dibilang easy going mulai menyapaku. Hingga Ardi pantas dipanggil sebagai teman. Hubungan pertemanan yang tak lama kemudian berubah menjadi cerita cinta dan tak lama pula berubah menjadi hal bodoh bagiku.
Benarkah Ardi menyayangiku sepenuh hati? Benarkah ia menyisihkan waktu disebagian harinya untuk terisi cerita mengenai aku? Sejenak aku mulai ragu. Mulai mempertanyakan siapakah aku dimata Ardi. Jika benar aku adalah orang yang ia kasihi, mengapa ia menanyakan isi hatiku terhadap sahabatnya? Ataukah jangan jangan Ardi tau apa yang sebenarnya kupendam jauh dalam hatiku?
Hari terus berjalan, waktu tak henti berputar. Orang yang ku kasihi meninggalkanku tanpa sepatah kata. Air mata yang seharusnya tak kujatuhkan kini mulai merambah wajahku hingga mengering dan kembali basah lagi.
Jauh perasaan yang indah itu kubuang.

***
Teman menghampiriku di sore yang indah akan senja matahari di barat langit. Mengajak berbagi suka cita dan bahkan duka tercurah di antaranya. Bersama lebih baik dari pada hanya seorang. Keceriaan, kesenangan, tawa akan kebahagiaan kami jalani tanpa henti. Menyosong hari dan membuatku tegar tanpa kehadiran cinta. Tak kusangka teman yang kuajak bercanda ini memiliki sebuah hubungan dengan seorang yang kukenal. Seorang yang sebenarnya tak mungkin aku miliki.
“Kau kenal dengan Riyo, Li?” kataku.
“Tentu, mengapa tidak. Dia sesosok yang sangat hebat menurutku. Mampu memimpin sebuah organisasi tanpa relasi.”
“Maksudmu?”
“Ardi cuti kuliah. Jelas sudah Riyo seorang diri di Artapala. “
Singkat informasi memberikan gambaran di ingatan ku apa yang terjadi pada seorang yang bekesan di hati. Seseorang yang membuaku terkagum atas cintanya terhadap bumi.
Samar samar kubertanya, “Apakah ia masih beristri, Li?”
“Yah, tak begitu kumengerti jalan pikirannya. Kurasa ia cukup bahagia dengan wanitanya. Bahagia dengan pertengkaran di tiap harinya pula.”
Apakah aku diijinkan menemuinya barang sekali saja, kataku dalam hati sembari berkata “Oh..” pada Lia. Kuberanikan menulis sebuah pesan pendek untuk Riyo melalui alat komunikasi yang sangat unik bagiku. Kutunggu beberapa waktu hingga alat komunikasi itu kembali berbunyi.
Ada apa Munk? Begitulah sebuah pesan yang kembali kuterima. Singkat tapi ada rasa senang dan sedikit tak percaya dengan apa yang kubaca saat itu. Bermula dari pesan pendek itulah banyak kegiatan kulalui agar bisa bertemu dengannya. Hanya memandang wajahnya sangatlah berkesan untukku.
Peringatan hari Bumi pada 22 April tahun ini, tepat satu tahun setelah awal pertemuanku dengannya. Sengaja kuikuti kegiatan pendakian gunung itu, agar kutemui wajah bijaknya. Oh, Tuhan terima kasih atas waktu yang Kau berikan saat itu. Ucapan syukur tak henti bergaung di dalam benakku. Banyak kenangan yang telah terkubur jauh kini timbul lagi di permukaan hariku. Rasa pahit dan manis bercampur menjadi satu. Indah tetapi menyedihkan.
“Itu lo, Munk istrinya Riyo”, kata Lia padaku di tengah kegiatan bersih gunung.
“Ha?” kataku terkejut. Mengapa sangat mirip sekali denganku, kataku dalam hati. Ah, jelas tak mungkin. Ini hanya pemikiranku sesaat saja. Kebetulan yang tak disengaja.
“Halo, Na, salam kenal. Aku Amunk”, sapaku pada seorang gadis cilik berjilbab. Satu kata yang tergambar dalam benakku adalah manis. Pantaslah Riyo menyukainya.
“Oh, Amunk ya. Riyo pernah bercerita tentangmu. Memang kita mirip.”
Hanya senyum kecut yang kuberikan pada gadis itu. Yah, kuharap tak sadar ia akan hal ini. Kucoba untuk mendekati gadis itu. Mencari cari hal yang seharusnya tak boleh kuketahui. Tetapi seiring langkah yang kami lalui bersama, ia mulai bercerita.
“Munk, lama sudah kupendam cerita ini. Tak seorang pun tau. Kini kubuka diri untukmu.”
Berdebar kencang jantungku saat mendengar ucapan itu keluar dari mulut Nana. “Sesungguhnya antara aku dan Riyo telah lama tak ada jalinan kasih seperti dulu. Begitu hampa dan tak bernada.”
“Apakah Riyo telah menyakiti hatimu, Na?
“Tidak juga. Hanya saja ada bayang seseorang kembali muncul di hatiku. Aku jatuh cinta lagi padanya”, katanya sambil tersipu malu dan dengan tanpa rasa berdosa. Sakit hatiku. Orang yang kudamba ternyata dikhianati oleh wanitanya. Aku disini menunggu dan berharap, tetapi ia yang dikasihi malah mencari yang lain. Riyo tetap saja mengulurkan tangan, memberikan pertolongan untuk Nana saat itu. Bagai tertusuk duri dadaku ini melihat apa yang sesungguhnya terjadi diantara mereka. Walau ada sedikit perasaan senang, tapi tidaklah pantas bagiku berbahagia di atas penderitaan orang lain.

***
Selang kegiatan berlalu, kukirim kembali sebuah pesan pendek untuk Riyo. Dan kami saling berkabar. Tak terasa tumbuhlah perasaan aneh antara Riyo dan aku. Sayang? Ah, bukan. Saling percaya? Ah, bukan juga. Kupikir perasaan ini adalah sesuatu yang tak lebih dari sekedar perasaan nyaman saat kami saling memberi. Ia mampu menjawab segala hal yang membuatku bertanya tanya sebelumnya. Begitu pula sebaliknya. Ia begitu mengerti dengan apa yang kuharap.
Tak butuh waktu yang lama bagi kami untuk tau apa yang kami rasa pada saat itu. Indah rasanya. Lebih indah dari apa yang kurasa sebelumnya. Sebuah cerita yang dulu penuh akan kenangan kemudian terhapus kini tergantikan dengan cerita bahagia bersamanya. Batinku terharu dengan segala hal yang kuimpikan sebelumnya. Setitik air mata bahagia jatuh menghiasi wajahku.

***
Kenangan demi kenangan kembali memenuhi isi ruang dan waktu hidupku. Kutorehkan tinta di secarik kertas untuk berbagi kebahagiaan dengan kalian. Bersabarlah akan segala sesuatu. Karena sesungguhnya Tuhan itu Maha Pengasih lagi Maha Pemberi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mampir yuk..
kasih komen, saran, kritik, atau makanan juga boleh
^.^