Kamis, 27 Juni 2013

Apakah Aku Seperti Itu??

“Saat Aku (Allah SWT) ciptakan wanita, Aku membuatnya menjadi sangat utama. Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan isinya, walaupun juga bahu itu harus cukup nyaman dan lembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur.

“Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan bayi dari rahimnya, walau kerap berulangkali menerima cerca dari si bayi itu apabila dia telah besar. “Kuberikan keperkasaan yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah saat semua orang sudah putus asa.

“Ku berikan kesabaran jiwa untuk merawat keluarganya walau dia sendiri letih, walau sakit, walau penat, tanpa berkeluh kesah. “Kuberikan wanita perasaan peka dan kasih sayang untuk mencintai semua anaknya dalam apa pun keadaan dan situasi. Walau seringkali anak-anaknya itu melukai perasaan dan hatinya. Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan pada anak-anak yang mengantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.

“Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya melalui masa-masa sukar dan menjadi pelindung baginya. Sebab bukankah tulang rusuk yang melindungi setiap hati dan jantung agar tak terkoyak? “Kuberikan kepadanya kebijaksanaan dan kemampuan untuk memberikan pengertian dan menyadarkan bahwa suami yang baik adalah yang tidak pernah melukai isterinya. Walau seringkali pula kebijaksanaan itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada suami agar tetap berdiri sejajar, saling melengkapi dan saling menyayangi.

“Dan akhirnya, Kuberikan wanita air mata, agar dapat mencurahkan perasaannya. Inilah yang khusus kepada wanita, agar dapat dia gunakan saat-saat dia inginkan. Ini bukan kelemahan bagi wanita, karena sebenarnya air mata ini adalah “air mata kehidupan.”


Rabu, 26 Juni 2013

Hati-Hati Selingkuh Hati


Pernahkah terlintas dalam benak kita tentang selingkuh hati? Apa dampaknya dalam sebuah hubungan yang terjalin atas nama cinta? Terkadang banyak di antara kita tidak mengetahui apa arti dari selingkuh hati itu sendiri. Selingkuh diri sudah banyak yang tahu. Mungkin beberapa dari kita sekarang sedang menutup muka lantaran malu karena dulu pernah seperti itu. Ada yang ketahuan oleh pasangan atau bahkan lolos dalam seleksi penjagaan pasangan kita. Sebenarnya selingkuh mau ketahuan atau tidak oleh pasangan, anda sudah mengalami sebuah kebohongan besar pada diri anda sendiri. Anda membohongi hati anda sendiri, berlatih bohong setiap hari demi menutupi perselingkuhan anda. Ujung-ujungnya anda juga yang lelah karena sulit mengatur pertemuan yang seringkali bertabrakan.
Bagaimana dengan selingkuh hati? Selingkuh hati jauh lebih kronis dampaknya daripada selingkuh diri. Kenapa? Karena di saat anda sedang bersama pasangan hati anda berada di tempat lain, memikirkan orang lain dan mengkhawatirkan keberadaannya. Anda menjadi tidak fokus dan sering salting sendiri ketika pasangan anda menangkap basah mata anda yang tidak fokus padanya. Ditanya ini A jawaban D, ditanya C jawaban A. tidak ada sinkronisasi dalam komunikasi anda berdua. Mengapa selingkuh hati jauh lebih kronis? Karena yang selingkuh itu bukan diri anda melainkan hati anda yang seharusnya dalam menjalin sebuah hubungan harus fokus pada satu hati, yaitu pasangan anda saja. Orang yang selingkuh diri terkadang tidak bermain dalam hati. Beberapa di antara mereka bahkan hanya memanfaatkan sang selingkuhan demi membunuh kebosanan dengan anda. Sedangkan orang yang seingkuh hati, mereka membagi hati mereka menjadi dua, untuk pasangan dan untuk selingkuhan hati anda. Cinta anda menjadi tak tulus lagi, ternodai dan berujung dengan kerusakan hubungan asmara anda.
Asmara yang anda jalankan menjadi tidak murni lagi. Semua diisi oleh celah kebohongan yang terkadang tidak anda sadari. Di sisi yang satu anda mencintai pasangan anda namun di sisi yang lainnya, pengaruh orang yang menjadi selingkuh di dalam hati anda terus mengganggu hubungan kalian. Hingga jika tidak ada kesadaran serta kesabaran dari masing-masing pihak maka yang terjadi adalah efek yang terburuk. Impian kalian saat bersatu menjadi hambar dan tidak berguna lagi.
Jadi hati-hati lah dengan hati anda sendiri. Jangan pernah membiarkan yang kecil menjadi besar. Jangan biarkan nama orang lain memainkan hati anda jika anda masih mencintai pasangan anda sendiri dan berjanji mewujudkan apa yang kalian impikan. Semangatttt :D


berita baik itu sudah lama kutunggu

Pagi ini semestinya saya berada di sebuah desa dengan penuh tumbuhan teh yang mengelilinginya. Dengan suasana sejuk bahkan mendekati dingin yang selalu membuat saya merapatkan jaket yang dipakai. Berjalan keliling perkebunan sambil tersenyum memandangi alam. Hummm, betapa indahnya hidup di antara keadaan yang begitu menentramkan hati. Jauh dari polusi, suara bising serta selalu bisa menghirup udara sedalam-dalamnya yang kamu mau. Tapi sayangnya kenyataan berkata lain. Pagi ini ketika saya selesai memejamkan mata yang terlihat adalah dinding kamar.
Tadi malam semestinya saya tidur beralaskan sleeping bed, salah satu penolong saya yang memberikan kehangatan satu-satunya jika menginap di desa promasan. Penerangan yang seadanya membuat desa itu semakin saja terasa dingin menyejukan dan keramaian bersama teman-teman adalah penghangat nomor dua. Menyeruput the ataupun kopi menjadi sajian ternikmat daripada minuman lainnya. Cuma di desa ini saya bisa menikmati itu semua dengan kenikmatan tinggi di kota belajar saya ini. Tapi sayangnya, lagi-lagi saya hanya berselimutkan dan selimutnya pagi ini sudah berantakan tak berada di tempat seharusnya. Saya kira lagi berselimutkan sleeping bed ternyata bukan.
Pagi ini semestinya saya bisa menatap dunia dengan senyum terkembang. Kembali menatap cakrawala dengan mata bulat yang membesar hingga cakrawala meninggi dan saya menyipitkan mata. Saya celingukan ke sana kemari. Mencari celah melihat sebagian atau bahkan sepenuhnya sunrise. Tapi sayang semua tertutup oleh bangunan rumah di sekitar kost saya yang kini makin rapat bangunan. Pupus sudah mimpi itu.
Apakah itu mimpi? Tidak itu semua impian saya. Impian serta keinginan tinggi yang kini menggebu dalam hati saya. Oh, sudah berapa lama saya tak menyapanya? Sepertinya lama sekali. Terakhir kali menginjaknya akhir tahun lalu dan jika dihitung hingga kini sudah 6 bulan. Waktu yang cukup lama. Tak salah jika kini saya merindukannya.
Tapi apapun yang terjadi, saya harus bersyukur. Bukankah manusia hanya bisa merencanakan dan Tuhan yang Maha Pembuat Keputusan. Setidaknya ada hikmah yang bisa saya ambil. Saya bisa mendengarkan cerita bahagia dari kekasih saya. Skripsinya diterima dosen dan tinggal menunggu seminar serta siding. Akhirnya, perjuangannya berbuah manis, meski bisa dikatakan pembuatan skripsinya bisa dibilang gila. 3 bab dalam satu minggu. Buat saya itu WOW. Mungkin kalau saya jadi dia saya belum tentu bisa melakukannya.

Saya tahu dia memang hebat. Dia adalah orang yang memiliki tekad kuat serta kemauan tinggi. Saya bangga memilikinya. Semoga Tuhan tetap menjaganya. Tak apalah saya tak mendengar kicauan burung di pagi hari setidaknya tadi malam, berita baik darinya sudah menjadi kicauan yang lebih indah. Terima kasih ya Tuhan.

Selasa, 25 Juni 2013

Ternyata Benar

Ternyata benar kamu yang tak mengerti mauku apa. Kamu yang tak mengerti maksudku apa. Kamu yang tak mengerti. Oh sungguh benar. Kamu hanya tahu apa yang kumaksud tapi tidak mengerti.

Oh Tuhan, sebesar itukah pesonanya hingga kekasihku tak membaca mauku apa tentang hubungannya dengan wanita itu. Seberapa lamakah cinta yang dulu ia punya untuk wanita itu? Seberapa pentingkah ia?

Aku menekan dadaku sesak. Ada yang menghimpit di sana tapi tak kutahu apa namanya. Mungkin perasaan cemburu itu masih kuat. Mungkin aku terlalu berlebihan atau tak tahu diri dibilang dia hanya berteman. Mereka hanya beradik-kakak, Tolol.

Kini pertanyaan itu muncul kembali. Adakah adik-kakak dalam sebuah pertemanan?? Adakah itu? Bukankah dulu aku pernah merasakannya juga dan terselip cinta kotor di dalamnya. Oh Tuhan, kenapa juga kukatakan kotor? Bukankah semua cinta itu suci. Tidak semua, aku menggeleng kuat. Apa yang telah terjadi dalam masa laluku yang menjadi luka di hatinya juga karena sebuah pertemanan kakak-adik. Sebuah noda dan itu sebabnya aku mengatakan bahwa ada sebuah cinta yang bernama cinta kotor versiku. Tak ada yang berani mengatakan dengan jelas bagaimana cinta kotor itu terjadi. Hingga kebohongan yang bertubi-tubi membunuhku. Mematikan saraf inderaku dn dampaknya masih terasa hingga kini.

Mungkin pertemanan kalian beda. Mungkin kalian lebih suci daripada aku yang tolol ini. Mungkin kalian akan menjadi sahabat selamanya. Mungkin kalian aargghhh…

Aku tak bisa membohongi diriku sendiri. Aku ingin berteriak, berkata langsung pada kekasih hatiku apa yang kurasakan tapi aku tak mampu. Plakk ! aku kembali menampar mukaku lagi. Kamu tuh banyak salah udahlah gak usah nuntut yang macem-macem, teriakku dalam hati. Semenjak kesalahan masa laluku itu, aku terus berpikir berkali-kali lipat untuk menuntutnya menjadi yang aku mau. Mengerti mauku apa. Meski selalu aku hilang kendali. Tapi kini, biarlah maunya apa. Toh, selalu aku yang membuat kesalahan. Kekasihku akan selalu berbuat baik. Mungkin memang aku yang tak mengerti dalam hal ini. Huftt.


Biarlah kamu menerka-nerka sayangku, tak diterka pun tak apa. Aku hanya butuh waktu agar hatiku kebas bahkan mati untuk sekedar cemburu terhadapmu. Aku akan selalu percaya padamu. Percaya? Oh Tuhan. Entah kenapa kali ini aku meragu. Entahlah….

Senin, 24 Juni 2013

Cemburu itu Begitu Hebatnya

Ketika kita memiliki perasaan sayang kepada seseorang, pastilah kita ingin menjadikan dirinya satu-satunya yang berada di hati kita. Tak ada yang lain, tak ada pengganggu apalagi yang bisa menggantikan. Begitu sebaliknya yang kita inginkan dari orang yang kita sayang. Kita ingin dia hanya mengingat kita, di hatinya hanya ada nama kita hingga tak boleh dia tertawa lepas dengan orang lain selain sama kita. Harus cerita semua tentangnya sama kita, biar kita tahu apa yang terjadi pada dirinya. Tak boleh ada yang ditutup-tutupi hingga di hidupnya cuma kita lah yang terpenting setelah keluarganya.
Begitulah sisi lain mencintai seseorang. Ada efek samping “pemaksaan” yang jika tidak diikuti akan ada efek lain yang lebih besar. Kata halusnya sih mencoba menjaga perasaan orang yang kita sayang dan mencoba saling mengerti. Semakin tinggi pohon tumbuh maka akan semakin tinggi pula angin yang berhembus. Seperti itu pula lah cobaan yang dihadapi dalam hubungan kasih sayang. Semakin mencintai seseorang terhadap kita, maka akan semakin besar pula rasa cemburu yang ia punya.
Besar dampak cemburu yang dipunya oleh seseorang ketika ia ingin menjadikan kita satu-satunya dalam hidupnya. Ia selalu curiga dengan orang yang ada di sekitar kita, terlebih jika dilihat kita memiliki tingkat kenyamanan yang menurutnya “kurang wajar”. Hemmm..
Itulah yang kini aku rasakan. Rasa cemburu itu. Terkadang bahkan ketika kita merasa cemburu, selalu terbersit sedikit ketidakadilan. Tidak adil karena tidak bisa bergaul dengan siapa saja seperti dulu. Merasa tidak adil karena ketika kita yang merasa cemburu, kekasih kita bilang “aku hanya teman biasa sama dia”. Huft, itu ciri-ciri ketidakadilan dalam memiliki rasa cemburu.
Bolehkah cemburu itu sepihak?? Kamu aja yang boleh cemburu, aku enggak. Atau bahkan aku doang yang boleh cemburu kamu enggak. Buatku itu salah satu ketidakadilan jenis kedua. Cemburu itu begitu hebatnya. Memaksa kita untuk sekedar patuh pada suatu hal yang sebenarnya tidak terjadi apa-apa.
Kamu. Ya, kamu yang berada di ujung pulau sana. Semoga kamu tidak lupa bahwa ada satu nama yang membuatku gelisah jika melihatnya dalam beranda facebookmu. Kamu. Iya kamu seorang yang selalu menegaskanku bahwa kamu dan dia hanya beradik-kakak, tidak lebih. Kamu. Masih tetep kamu, sayangku, yang entah tahu atau tidak rasa cemburuku tetap ada meski kamu bercerita menjelaskan semuanya panjang lebar. Tak bolehkah aku cemburu?? Mungkin aku salah jika cemburu padamu yang begitu mencintaiku.
Aku. Ya, aku yang kini mengetikkan kata-kata dengan sedikit emosi terkadang kau batasi gerak lingkup pertemananku. Aku. Masih tetap aku yang kamu sayang dan menyayangimu, tapi kamu putuskan tali pertemananku dengan orang lain yang kau anggap memiliki peluang meski sedikit, nantinya menaruh hati pada orang lain. Dan aku mencoba menerimanya, jika itu membuat hubungan kita baik-baik saja. Aku. Wanita yang berada jauh darimu, yang ingin berteriak cemburu dan entah benar atau tidak hatiku bertanya apakah kau mengerti mauku. Apa boleh aku cemburu sama seperti kamu cemburu kepadaku??
Plakkk ! aku menampar wajahku sendiri hingga memerah. Sakit sekali. Tapi aku yakin sakit dan merahnya di pipiku tak pernah bisa menggantikan sakit hatimu yang dulu kulukai dan kini coba kau obati. Masa lalu itu, sungguh menyiksaku. Memaksaku untuk bersabar dan menerima apa yang terjadi. Salah sendiri cari gara-gara, makiku pada diri sendiri.
Huft, aku tidak boleh menuntut. Aku hanya boleh menerima apa yang terjadi. Kamu tidak akan melakukan apa yang dulu pernah kulakukan. Yang perlu aku lakukan kini hanya bersikap baik dan mencoba terus menerus bahkan hingga merayap sampai aku kehabisan tenaga untuk bisa mendapatkan kepercayaan penuhmu kembali.
Maafkan aku. Maafkan luka yang dulu kutorehkan. Aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri. Sungguh, tidak hanya kamu yang marah atas apa yang dulu kulakukan. Tapi diriku sendiri pun merasa hal yang sama. Aku marah pada diriku sendiri karena bodoh dan terlalu jahat bisa membuatmu kini bahkan hilang kepercayaan kepadaku.
Maafkan aku, kumohon.

(*aku senang kamu kini berteman baik kembali dengan wanita manis itu. Semoga hubungan pertemanan kalian tidak pernah putus. I wish.)

Minggu, 23 Juni 2013

setidaknya kini lebih baik

Malam itu terdengar gemuruh gundah di hati ibuku di ujung bangku sana. Ia mencoba menimang-nimang apa yang harusnya ia lakukan atas apa yang terjadi padaku. Penolakannya terhadap hubungan pacaranku dengan kekasihku yang tidak juga dilakukan olehku membuatnya gusar. Ini anak susah banget dibilang, mungkin seperti itu yang ingin ia katakan. Tapi entahlah aku tak begitu tahu. Yang jelas sepulang kekasihku dari masjid dan makan malam, ibuku membuka percakapan tentang kelanjutan hubunganku dengan dirinya. Pertanyaan demi pertanyaan terus meluncur dari mulut ibuku. Kekasihku mencoba tenang menjawab sambil sesekali memandangku meminta bantuan. Apa kamu tak menjelaskan semuanya?? Mungkin itu pertanyaan yang ia ingin lontarkan saat itu. Tapi ditahannya dan masih terus beradu argument dengan ibuku.
Jika tak ingin menikah sekarang daripada pacaran mending enggak usah hubungan dulu. Tegas dan tak ingin dibantah. Tapi dengan keteguhan yang sama kuatnya, kekasihku bilang kalau keluarganya baru membolehkanku menikah dengannya jika aku sudah lulus kuliah dan kerja. Sedangkan jika tak ada hubungan dia juga gak mau, terlalu rentan katanya. Oh lalaaaa…
Aku terdiam membisu. Musyawarah ini berjalan alot. Tidak ada yang ingin mengalah.  Semua tetap pada keinginan masing-masing. Hingga percakapan berhenti ketika satu pertanyaan yang membuat ibuku membisu. Kalau nikah sekarang kuliahku siapa yang bayar??
Kulihat ibuku kalah telak dan sedikit sunggingan senyum di wajah kekasihku. Tapi ya Tuhan, aku bukan ingin berada di salah satu pihak. Aku hanya ingin tahu kejelasannya. Malam itu juga kekasihku pulang ke rumahnya di ujung pulau sana. Di perjalanan mengantarnya menunggu bis, kami bertengkar. Aku lelah dengan semua permasalahan ini. Dia lelah dengan paksaan ibuku. Tapi aku juga tahu maksud ibuku itu tak ada salahnya. Air mata pun kutahan. Tak semudah yang dibayangkan. Menikah itu perkara sulit kawan. Kita harus netral tak boleh berdiri di salah satu pihak.
Esoknya, aku berbincang dari hati ke hati dengan ibuku. Apa yang sebenarnya ia inginkan dan apa yang telah kekasihku lakukan. Ibuku masih kuat dengan argumennya hingga akhirnya aku bercerita satu hal yang terlupa dan ini penting kaitannya. Semua ini berkaitan erat dengan kesalahanku di masa lalu. Ya, luka itu masih jelas menganga dan masih berada dalam proses penyembuhan. Tak bisa cepat dan tak bisa dipaksa cepat. Semua butuh waktu. Begitu kata kekasihku. Kepercayaannya padaku butuh waktu untuk dapat pulih semuanya. Sampai kapan?? Ingin ku berteriak seperti itu. Tapi kutampar diriku sendiri. Salah sendiri bikin salah ya rasakanlah semua ini. Ya ya ya… semua salahku dan harus kutanggung. Kini aku mencoba melakukan yang terbaik yang bisa kulakukan. Semoga semua berjalan baik ke depannya. I wish.

Mendengar semua penuturan jujurku ibuku kini lebih mengendurkan urat ketegangannya. Smeua ini salah anaknya dan kini ia sedang merajut sebuah kisah untuk mengembalikan ke posisi awal.  

jangan samakan aku dengan yang lainnya

Menjadi seorang mahasiswa dan bisa belajar di salah satu universitas negeri terbaik di Negara ini membuatku bangga bukan main. Ya, meskipun kuakui, aku tidak berada pada jurusan yang awalnya kuincar tapi tak apalah. Mungkin emang ini takdirnya. Karena terlalu terobsesi pada satu universitas di kota seniman itu saja membuatku buta akan info universitas yang menuliskan namaku di dalamnya.
Di awal masuk kuliah, aku kaget bukan main ketika mengetahui jadwal kuliahku baru di mulai dari sore hingga menjelang orang-orang menarik selimut. Aku pikir, aku akan kuliah pagi seperti kakakku atau seperti jadwal ketika aku di SMA dulu. Tapi ternyata aku masuk dari jam 5 sore setiap hari. Ya, aku masuk dalam jalur mandiri 2 yang notabenenya adalah ekstensi coret. Kenapa aku bilang ini ekstensi coret, karena satu tahun sebelumku, jalur yang aku ambil ini adalah jalur yang diperuntukkan untuk anak-anak yang ingin bekerja sambil kuliah namun ketika tahun ajaranku namanya berganti.
Hanya persoalan nama saja yang berganti. Sistem perkuliahan, cara mengajar hingga biaya yang harus dikeluarkan sama saja dengan ekstensi. Ada satu hal yang paling aku benci pada jalur ini. Diskriminasi. Ya kesenjangan yang ada antara kami pihak ekstensi coret dengan mereka pihak regular 1 atau jalur pmdk. Meskipun kami membayar biaya kuliah 2x lipat dari mereka para regular 1 tapi perlakuan untuk kami jauh di bawah mereka. Kami sama sekali tidak mendapatkan guru native speaker, kami tidak memiliki jadwal yang pasti atas perkara ujian pertengahan hingga ujian akhir semester (meskipun kadang kusyukuri karena kita punya wkatu libur lebih lama dengan resiko tanpa minggu tenang dan diburu-buru pihak kampus karena mereka ingin fokus mempersiapkan suasana ujian yang kondusif bagi anak regular 1), dan yang paling bikin kesal di hati kami beberapa dosen terhormat mengatakan bahwa kami kuliah bukan karena otak yang kami miliki tapi karena uang kami yang banyak.
Jujur, aku sakit hati sekali mendengar beberapa dosen yang menyebutkan kami seperti itu. Pasalnya, saya sebagai anak yang berasal dari keluarga sederhana, memiliki adik yang banyak yang masih panjang perjalanan menuntut ilmunya dan tidak memiliki uang yang banyak untuk masuk kuliah dengan jurusan yang aku inginkan. Membuatku harus mengalah pada keadaan bahwa aku hanya bisa berkuliah di jurusan ini. Tapi dengan gampangnya, mulut-mulut beliau para dosen terhormat mencaci maki kami. Jujur saya memilih jurusan ini karena ini yang termurah dari biaya yang lain, so jangan pernah bilang saya masuk ke jurusan ini karena saya kaya. Ya, saya akui beberapa dari kami adalah orang yang hanya mengandalkan uang melimpah dari orang tuanya dan belajar semaunya. Tapi tolong dengan sangat jangan pernah menyamaratakan semua orang. Setiap orang memiliki tujuan berbeda, impian berbeda serta maksud kuliah berbeda.

Saya berdiri di jurusan yang sekarang ini lewat jalur yang membutuhkan uang berlebih bukan karena ingin mencari gelar lalu selesai begitu saja. Tapi saya ingin menguji diri saya berdiri pada jurusan yang membuat saya tertantang untuk menaklukannya. Meskipun saya tidak bisa mendapatkan jurusan yang saya inginkan setidaknya dari jurusan ini bisa membawa saya pada titik dimana saya bisa mendapatkan impian saya besok. 

semoga jawaban ini benar

Teruntuk bapak yang kutemui di dalam kereta,

Malam itu, aku menempuh perjalanan pulang ke rumahku di bilangan kota metropolitan di sebelah barat sana. Kondisiku sebagai mahasiswa tingkat akhir di salah satu perguruan tinggi di tengah pulau membuat diriku jarang sekali bertemu dengan keluargaku, hanya sesekali saja jika sempat. Sebenarnya setiap bulan aku bisa saja pulang ke rumah sebentar sekedar melepas kerinduan yang terus menggerogoti jiwaku yang sepi. Namun sayang, aku harus menepis keinginanku demi pekerjaanku (lebih tepatnya kubilang hobi) sebagai penyiar menyita sebagian pikiranku setelah kuliah.
Singkat cerita, ketika ku cari tempat dudukku yang berada pada bangku nomor 8A, sontak aku mengerucutkan bibir. Seperti biasa, jika menggunakan kereta yang hanya transit di kota tempatku mengadu ilmu, pastilah orang yang sebelumnya telah lebih dulu naik akan duduk seenaknya jika terlihat tidak ada penumpang. Inilah aku, salah satu penumpang yang dikiranya tidak ada. Ia dengan pulasnya tidur dengan badan setengah selonjor dan suara ngorok yang terdengar meski tak terlalu keras. Seorang bapak yang duduk di depannya mempersilahkanku untuk duduk di sebelahnya karena belum ada yang menempati. Di tengah perjalanan, sang bapak yang tertidur pulas itu bangun dan melihatku masih memeluk tas ranselku yang besar.
“Tasnya taruh aja mbak, di atas atau di kolong. Kan berat masih jauh juga perjalanannya.”
Aku tahu ucapannya amat sangat benar. Tapi aku tidak membutuhkan nasihatnya itu, yang kubutuhkan hanyalah bangkuku yang ia tempati seenaknya sendiri. Aku sengaja memohon kepada penjual tiket agar menempatkanku pada bangku yang dekat jendela dengan alasan khusus. Aku akan terjatuh saat tertidur jika duduk dekat jalan orang lalu lalang.
“Buat nopang saya tidur pak biar gak jatuh.” Sahutku mencoba kalem.
Lelah dengan tidurnya, ia mengajakku bercerita.  Bertanya ini-itu seputar kehidupanku, masih pertanyaan umum sih. Terkadang ia menyelipkan sebuah guyonan yang kadang lucu atau dibuat lucu. Ya terserah bapak deh hahhaha…
Hingga pada sebuah pernyataan dalam dirinya yang mengandung sebuah tanya serta jawaban yang langsung ia sendiri menjawabnya. Sebuah jawaban yang menurutku kurang tepat. Entahlah, aku tidak ingin terlalu menggurui.
“Lah kamu ngapain kuliah jauh-jauh bukannya di kotamu ada universitas yang lebih bagus. Kamu gak diterima ya?” sial rutukku dalam hati.
Enggak semua orang berkeinginan kuliah di sana dan aku adalah salah satunya. Aku bosan dengan suasana perkotaan. Kangen dengan pegunungan dan ingin mendaki gunung, cita-citaku yang kini sudah kesampaian.
“Gak minat aja pak, nyarinya yang di kota seniman tapi gak dapet eh dapetnya disini.” Jawabku mencoba membela meski terselip kesedihan yang sudah tak sebesar dulu.
Ambisi tanpa pemikiran yang baik. Itulah kata-kata yang pantas mengingat kejadian 3 tahun lalu ketika aku berdiri tegak memilih universitas negeri yang ingin ku masuki. Keinginan yang terlalu tinggi tanpa melihat potensi dan kualitas diri membuatku terlempar begitu saja. Seleksi alam. Padahal sudah kutolak semua tawaran yang jauh lebih bagus jika dibandingkan dengan universitasku kini yang kudapat hanya tangan kosong. Tak apalah, sebagai pelajaran.
“Lagian buat apa mbak kuliah, toh juga kebanyakan yang kuliah tidak akan bekerja pada bidangnya saat kuliah. Banyak yang keluar jalur. Bahkan kalo saya pikir-pikir dibandingkan dengan mahasiswa pertanian, pak tani jauh lebih tahu urusan sawah. Jadi untuk apa mbak kuliah?”
Aku tertegun, sisi hatiku ingin membantah tapi aku tahan. Takut dibilang sok pintar karena takut apa yang kukatakan salah. Kini setelah seminggu kata-kata bapak itu terus terngiang, aku baru menemukan jawabannya.
Kuliah itu bukan sekedar mencari pekerjaan baik. Kuliah itu melatih kita untuk bisa melatih kemampuan diri, bukan hanya segi pengetahuan tapi juga segi pergaulan, komunikasi serta cara pandang. Sebagai seorang perempuan banyak yang mengatakan tak perlulah sekolah tinggi-tinggi, toh juga akan mengurusi urusan rumah dan dapur saja. Pernyataan itu tidak sepenuhnya salah tapi juga tidak sepenuhnya benar. Kewajiban seorang wanita setelah menikah adalah mengurusi anak dan berbakti pada suami. Tapi ingat, akan ada perbedaan antara wanita yang mengenyam pendidikan dengan yang tidak. Semua itu akan terlihat dari cara ia mendidik putra-putri mereka.  Memang sih tidak jarang orang yang biasa saja bisa membentuk anak-anak yang luar biasa tapi setidaknya sebagai seorang ibu kita bisa menjadi ilmu pengetahuan berjalan, tempat bertanya bagi anak-anak kita nanti. Sehingga ketika anak kita bertanya tidak ada lagi kata seperti
“Ibu gak tahu nak, ibu tidak mempelajarinya. Kau cari saja sendiri.”

Wah itu perkataan yang luar biasa besar dampaknya. Terlebih bagi diri sang anak. Karena selain belum tentu sang anak mendapatkan jawaban yang lebih baik dari lingkungan luar, bisa jadi sang anak jadi tidak berkembang secara optimal. Karena guru yang paling baik bagi anak adalah kedua orang tuanya. Kalau orang tuanya saja tidak bisa memberikan yang optimal bagaimana anaknya bisa tumbuh dan berkembang secara optimal??

Sabtu, 08 Juni 2013

mungkin ini doa yang paling jahat

Mungkin aku jahat. Tapi aku suka sekali ketika kamu lemah dan jatuh sakit. Tolong jangan berburuk sangka terlebih dahulu. Aku hanya senang mendengar suaramu berubah lembut dan manja sekali. Kamu tak ingin aku lupakan meskipun sedikit. Kamu ingin selalu berkirim pesan singkat. Kamu ingin aku bercerita banyak. Kamu mencuri-curi perhatianku dengan suara memelasmu.

Bagiku semua itu sungguh indah. Bagaimana tidak? Aku merasa menjadi wanita yang paling dibutuhkan dalam hidupmu. Menjadi wanita yang kau tunggu dalam hidupmu. Menjadi wanita yang paling penting setelah ibumu. Itu buatku istimewa. Terlalu istimewa hingga aku merasa bersalah sekali melupakanmu demi tugas-tugas menumpukku. Maafkan aku.


Kamu kini pasti sudah merasa baikan, bukan? Kamu sudah tak merengek minta diperhatikan. Kamu tidak memelas lagi dan aku kembali merasa tak dibutuhkan. Apa perlu aku berdoa agar kamu sakit? Dan kamu merengek minta diperhatikan. Oh, itu jahat sekali permintaannya. Tapi aku ingin menjadi wanita istimewamu dalam setiap waktu. Bisakah??

salahkah aku jika ingin dimanja?

Tak bolehkah aku bersikap manja kepadamu? Kepada lelaki yang kucintai satu-satunya. Haruskah aku bersikap seperti wanita tangguh yang tak butuh perhatianmu sedikitpun. Sungguh aku tak bisa. Mungkin tampaknya aku seperti wanita tomboy meskipun tak setomboy yang kau inginkan. Kamu selalu membandingkan aku dengan beberapa wanita yang memiliki sifat tomboy nan waw, kamu ingat? Aku tidak bisa seperti mereka. aku adalah aku yang seperti ini. Aku masih wanita feminin di kala waktunya tiba. Aku akan cuek ketika aku menginginkannya. Dan aku tetaplah wanita manja asal kau tahu itu. Tak bolehkah aku meminta perhatianmu. Mengharapkan cerita-cerita indahmu kudengar setiap malam. Maafkan aku yang terkadang hanya mengunci rapat mulutku dan tak balik bercerita. Aku hanya bisa bercerita dikit. Maafkan aku yang sering tak pengertian padamu. Maafkan aku yang suka marah-marah belakangan ini. Aku hanya ingin perhatianmu itu saja. Pengertianmu sebagai kekasihku.


Aku ingin kau perhatikan. Aku ingin kau manja. Aku ingin kau gombali sesekali. Tapi kau bahkan menolak untuk menggombaliku. Kau ingat, dulu ketika jaman kita pdkt, kamu sering melancarkan kata-kata gombal yang mampu membuatku terbang melayang. Merasa seperti wanita paling sempurna sedunia. Kini, kamu bahkan gk mau melancarkan seidkit kegombalanmu. Apa kata-kata gombal hanya bisa dilakukan di kala pdkt? Aku kangen saat-saat itu. Aku kangen saat-saat kau begitu gencar mengejarku. Aku kangen sekali. Atau mungkin kamu melakukan dengan cara lain dan aku tak tahu. Yah, mungkin aku yang tidak pengertian padamu. Maafkan aku.

aku akan menunggumu part 2

Aku merindumu dalam jarak. Yang terbentang luas di antara kita. Aku merindumu dalam sebuah pesan singkat. Yang terkadang kau abaikan begitu saja. Aku merindumu dalam suara. Yang meskipun terkadang hanya senyap yang ku dengar. Aku merindumu hadir di sisiku setiap waktu. Yang hanya bisa menjadi sebuah angan dan terus ku berangan-angan.
Aku mencintaimu dengan sebuah ketulusan. Tak peduli seberapa buruk dirimu di mata orang lain. Aku mencintaimu dengan sebuah kesabaran. Kesabaran menahan rindu yang suka menggebu tak menentu di waktu yang tidak tepat. Aku mencintaimu dengan sebuah penantian. Menanti kau datang menjemputku dari tangan kedua orang tuaku.
Aku ingin kau datang. Di saat aku lagi mati dalam kesunyian. Aku ingin kau hadir. Di saat aku merasa hampa dan sendiri. Aku ingin kau mendengar. Kata-kata yang bahkan tak bisa terucap dari bibir keluku. Aku ingin kau membaca. Mataku yang menyiratkan pesan teramat dalam untukmu seorang. Aku ingin kau berbicara tanpa perlu menunggu aku berbicara. Karena aku hanya ingin mendengar suaramu. Bukan suara orang lain ataupun suaraku sendiri.
Apa lagi yang kau tunggu? Semua restu sudah di tangan. Restu keluargaku, restu keluargamu bahkan cinta tulusku sudah kau dapatkan. Oh ya, aku lupa satu hal. Persyaratan dari ibumu. Huft, aku menghembuskan napas berat mengingatnya. Persyaratan dari ibumu itu hanya butuh waktu. Akankah kita berdua sabar menunggu waktu terus menggilas cinta kita? Terus menggilas kesabaran kita yang terkadang habis di tengah jalan? Apakah kita mampu menahan hasrat kebersamaan yang tertolak pada sebuah kenyataan?
Aku akan terus menunggumu. Menunggu anak-anakku memanggilmu ayah. Menunggu dirimu tidur di sampingku. Menunggu kokok ayam yang membuatku harus terjaga dan menyiapkan segalam macam hal kebutuhan kerjamu. Aku akan menunggu saat-saat aku merapikan kerah bajumu. Memasak masakan kesukaanmu. Kamu suka urap, kan? Akan aku buatkan. Meskipun aku belum pandai memasak, setidaknya aku di sini terus belajar menunggu waktu kebersamaan kita dengan belajar memasak. Setidaknya aku bisa mencuci piring setelah kau memasak. Setidaknya aku ingin belajar untuk menjadi istri yang pantas bagimu.

Aku akan terus menunggu.

Kamis, 06 Juni 2013

aku menunggumu di sini

terkadang kita harus membuat sebuah kesalahan agar kita mampu melangkah dengan lebih tegak
permasalahan kita hanya ada pada diri kita masing-masing
di mana kita harus bisa menerima kekurangan masing-masing
kita harus bisa mengerti satu sama lain
banyak pasangan di luar sana yang harus berjuang dengan permasalahan yang lebih kompleks
ada banyak pasangan yang gak direstui ortunya pacaran sama orang yang disayang
tiap kali ketemu dicariin kayak buron
sedangkan kita selalu menikmati masa-masa indah kita berdua

kita saling berpelukan, saling mengecup satu sama lain
tidak ada sedikitpun ketakutan
orang tua kmu merestui kita
orang tua aku juga gak masalah
tinggal kita yang bersabar untuk menunggu waktu kita saling bersama
waktu di mana aku memelukmu sepanjang malam
waktu di mana ku bukakan tirai untuk membiarkan cahaya matahari mengganggu pagimu
untuk mengecupmu lembut dan mengatakan “selamat pagi sayang”
waktu di mana kamu menemaniku berjuang hidup dan mati di ruang persalinan
melihat kehidupan baru yang akan kita besarkan bersama

melihat mereka tumbuh besar dan jadi hebat
aku bukan wanita hebat, aku hanya ingin menjadi istri dari dirimu yang hebat dan membesarkan anak-anak kita yang hebat
suatu saat nanti aku akan lelah dengan hidup ini dan terbaring dalam pelukanmu yang hangat
sekedar menikmati kasih sayangmu yang tak pernah henti hingga akhir hayat

we just need to learn understand each other
we just need much time
and if the time comes
we will be the best couple in the world
with you in my beside
with you wishing in your pray
with me in your arms to keep you
with us to support everytime and everywhere
i could be the one in your heart

Selasa, 04 Juni 2013

aku adalah aku, bukan kamu

Di sini aku ingin kembali menulis. Menulis kata-kata bahkan rangkaian kalimat panjang yang ada bukan untuk dipertanyakan kembali. Siapapun kamu yang membaca tulisan ini jangan pernah bertanya maksud dari kata yang ini, maksud kalimat yang itu. Semua itu hanyalah kata-kata yang memang ingin aku tuliskan apapun itu maksudnya.

Aku tahu, sudah lama sekali sulit untuk kata demi kata bisa tertulis dengan jelas di tempat ini. Bukan berarti aku tidak memiliki cerita untuk mengisi beranda ini. BUKAN. Hanya saja tanganku kaku tak mampu bergerak. Sudah berapa lama aku pergi dari kegiatan menulisku? Sudah berapa lama aku takut untuk melihat semua tulisan-tulisanku. Seperti mimpi buruk hobi yang kau dulu gemari menjadi sebuah momok yang menakutkan. Tapi kini dengan keteguhan hati serta mental yang bebal, kucoba untuk memulainya lagi. Aku akan mulai menulis segala hal yang ingin kutulis. Apapun itu. Teruntuk siapapun itu. Cerita dalam bentuk apapun itu.

Aku lelah sekali menyimpannya sendiri di dalam hati yang terus mengendap menjadi lumut tak berguna. Hingga lama kelamaan terkadang potongan demi potongan hilang begitu saja dari ingatan yang kupunya. Dan pada akhirnya aku menyesal. Aku tidak bisa lagi menceritakannya dengan lengkap. Ada saja potongan cerita yang hilang dan akhirnya kutambal sendiri dengan karangan kata-kata yang kupunya. Tidak lagi original.


Cerita apapun yang nantinya kutulis di sini, boleh saja kamu yang membacanya mendukungnya bahkan menentang sekalipun. Aku tidak peduli. Ini akun milikku. Terserah diriku menulis tentang apa. Kalau ada yang tidak suka silahkan menulis sendiri di akun pribadinya. Aku hanya ingin keluar dari lumut-lumut yang sudah mengendapkan kreatifitas menulisku. Aku ingin keluar. Aku ingin bebas. Karena aku adalah aku. Bukan kamu, dia atau pun orang yang sama sekali belum pernah kutemui.