Pagi ini semestinya saya berada di
sebuah desa dengan penuh tumbuhan teh yang mengelilinginya. Dengan suasana
sejuk bahkan mendekati dingin yang selalu membuat saya merapatkan jaket yang
dipakai. Berjalan keliling perkebunan sambil tersenyum memandangi alam. Hummm,
betapa indahnya hidup di antara keadaan yang begitu menentramkan hati. Jauh dari
polusi, suara bising serta selalu bisa menghirup udara sedalam-dalamnya yang
kamu mau. Tapi sayangnya kenyataan berkata lain. Pagi ini ketika saya selesai
memejamkan mata yang terlihat adalah dinding kamar.
Tadi malam semestinya saya tidur
beralaskan sleeping bed, salah satu penolong saya yang memberikan kehangatan
satu-satunya jika menginap di desa promasan. Penerangan yang seadanya membuat
desa itu semakin saja terasa dingin menyejukan dan keramaian bersama
teman-teman adalah penghangat nomor dua. Menyeruput the ataupun kopi menjadi
sajian ternikmat daripada minuman lainnya. Cuma di desa ini saya bisa menikmati
itu semua dengan kenikmatan tinggi di kota belajar saya ini. Tapi sayangnya,
lagi-lagi saya hanya berselimutkan dan selimutnya pagi ini sudah berantakan tak
berada di tempat seharusnya. Saya kira lagi berselimutkan sleeping bed ternyata
bukan.
Pagi ini semestinya saya bisa menatap
dunia dengan senyum terkembang. Kembali menatap cakrawala dengan mata bulat
yang membesar hingga cakrawala meninggi dan saya menyipitkan mata. Saya celingukan
ke sana kemari. Mencari celah melihat sebagian atau bahkan sepenuhnya sunrise. Tapi
sayang semua tertutup oleh bangunan rumah di sekitar kost saya yang kini makin
rapat bangunan. Pupus sudah mimpi itu.
Apakah itu mimpi? Tidak itu semua
impian saya. Impian serta keinginan tinggi yang kini menggebu dalam hati saya. Oh,
sudah berapa lama saya tak menyapanya? Sepertinya lama sekali. Terakhir kali
menginjaknya akhir tahun lalu dan jika dihitung hingga kini sudah 6 bulan. Waktu
yang cukup lama. Tak salah jika kini saya merindukannya.
Tapi apapun yang terjadi, saya harus
bersyukur. Bukankah manusia hanya bisa merencanakan dan Tuhan yang Maha Pembuat
Keputusan. Setidaknya ada hikmah yang bisa saya ambil. Saya bisa mendengarkan
cerita bahagia dari kekasih saya. Skripsinya diterima dosen dan tinggal
menunggu seminar serta siding. Akhirnya, perjuangannya berbuah manis, meski
bisa dikatakan pembuatan skripsinya bisa dibilang gila. 3 bab dalam satu
minggu. Buat saya itu WOW. Mungkin kalau saya jadi dia saya belum tentu bisa
melakukannya.
Saya tahu dia memang hebat. Dia adalah
orang yang memiliki tekad kuat serta kemauan tinggi. Saya bangga memilikinya. Semoga
Tuhan tetap menjaganya. Tak apalah saya tak mendengar kicauan burung di pagi
hari setidaknya tadi malam, berita baik darinya sudah menjadi kicauan yang
lebih indah. Terima kasih ya Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mampir yuk..
kasih komen, saran, kritik, atau makanan juga boleh
^.^