Minggu, 23 Juni 2013

setidaknya kini lebih baik

Malam itu terdengar gemuruh gundah di hati ibuku di ujung bangku sana. Ia mencoba menimang-nimang apa yang harusnya ia lakukan atas apa yang terjadi padaku. Penolakannya terhadap hubungan pacaranku dengan kekasihku yang tidak juga dilakukan olehku membuatnya gusar. Ini anak susah banget dibilang, mungkin seperti itu yang ingin ia katakan. Tapi entahlah aku tak begitu tahu. Yang jelas sepulang kekasihku dari masjid dan makan malam, ibuku membuka percakapan tentang kelanjutan hubunganku dengan dirinya. Pertanyaan demi pertanyaan terus meluncur dari mulut ibuku. Kekasihku mencoba tenang menjawab sambil sesekali memandangku meminta bantuan. Apa kamu tak menjelaskan semuanya?? Mungkin itu pertanyaan yang ia ingin lontarkan saat itu. Tapi ditahannya dan masih terus beradu argument dengan ibuku.
Jika tak ingin menikah sekarang daripada pacaran mending enggak usah hubungan dulu. Tegas dan tak ingin dibantah. Tapi dengan keteguhan yang sama kuatnya, kekasihku bilang kalau keluarganya baru membolehkanku menikah dengannya jika aku sudah lulus kuliah dan kerja. Sedangkan jika tak ada hubungan dia juga gak mau, terlalu rentan katanya. Oh lalaaaa…
Aku terdiam membisu. Musyawarah ini berjalan alot. Tidak ada yang ingin mengalah.  Semua tetap pada keinginan masing-masing. Hingga percakapan berhenti ketika satu pertanyaan yang membuat ibuku membisu. Kalau nikah sekarang kuliahku siapa yang bayar??
Kulihat ibuku kalah telak dan sedikit sunggingan senyum di wajah kekasihku. Tapi ya Tuhan, aku bukan ingin berada di salah satu pihak. Aku hanya ingin tahu kejelasannya. Malam itu juga kekasihku pulang ke rumahnya di ujung pulau sana. Di perjalanan mengantarnya menunggu bis, kami bertengkar. Aku lelah dengan semua permasalahan ini. Dia lelah dengan paksaan ibuku. Tapi aku juga tahu maksud ibuku itu tak ada salahnya. Air mata pun kutahan. Tak semudah yang dibayangkan. Menikah itu perkara sulit kawan. Kita harus netral tak boleh berdiri di salah satu pihak.
Esoknya, aku berbincang dari hati ke hati dengan ibuku. Apa yang sebenarnya ia inginkan dan apa yang telah kekasihku lakukan. Ibuku masih kuat dengan argumennya hingga akhirnya aku bercerita satu hal yang terlupa dan ini penting kaitannya. Semua ini berkaitan erat dengan kesalahanku di masa lalu. Ya, luka itu masih jelas menganga dan masih berada dalam proses penyembuhan. Tak bisa cepat dan tak bisa dipaksa cepat. Semua butuh waktu. Begitu kata kekasihku. Kepercayaannya padaku butuh waktu untuk dapat pulih semuanya. Sampai kapan?? Ingin ku berteriak seperti itu. Tapi kutampar diriku sendiri. Salah sendiri bikin salah ya rasakanlah semua ini. Ya ya ya… semua salahku dan harus kutanggung. Kini aku mencoba melakukan yang terbaik yang bisa kulakukan. Semoga semua berjalan baik ke depannya. I wish.

Mendengar semua penuturan jujurku ibuku kini lebih mengendurkan urat ketegangannya. Smeua ini salah anaknya dan kini ia sedang merajut sebuah kisah untuk mengembalikan ke posisi awal.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mampir yuk..
kasih komen, saran, kritik, atau makanan juga boleh
^.^