air mata terus membasahi pipi ini kala kuingat kejadian siang tadi. aku tersudutkan pada sebuah kebohongan yang kukarang bersama sejumlah orang dan aku harus membela diri sendiri. mencoba menutupi kebohongan demi kebohongan yang ada dan tanpa adanya perlawanan dari siapapun kecuali batinku sendiri.
jujur rasa malu itu ada. ada sekali bahkan memenuhi seluruh aliran darahku kala kusadari mereka mengetahui kebohongan yang telah kurajut sedemikian rupa. entah karena aku yang terlihat terlalu polos, atau karena mataku yang tak mampu berbohong seperti dulu lagi.
dan aku mengorbankan seluruh harga diriku terinjak ringan di bawah kakinya. aku seperti ditampar ribuan orang dan dihempaskan ke dalam jurang. hingga kemudian aku muak dan mengakhiri kebohongan itu sendiri dan mengakui kesalahanku. aku tersudutkan.
mereka telah mampu mengambil ketenangan ku dan menguras semua emosiku hingga aku menyerah di antara senyuman mengejek dari mereka. dan semua itu kulakukan untuk menolong semua orang yang berada di balik kebohongan itu sendiri.
memang tak ada yang lebih hina daripada ketahuan berbohong dan semua itu terjadi pada diriku. diri yang di bangun pada sebuah kepercayaan agama tinggi dari kecil oleh kedua orang tuaku dan kini aku menodainya. maafkan aku bunda, ayah...aku tak mampu jujur di suasana yang aku sendiri tak mampu hadapi. pada saat itu aku merasa harus pergi dari sebuah kejujuran untuk mendapatkan apa yang aku butuhkan. dan kini aku menyesal.
lebih menyesal dari sebuah keadaan yang membuatku tak mampu menatap mentari pagi setegak badanku dulu. rasanya semua mata memandang hina kepadaku. dan aku kembali tersudutkan
jujur rasa malu itu ada. ada sekali bahkan memenuhi seluruh aliran darahku kala kusadari mereka mengetahui kebohongan yang telah kurajut sedemikian rupa. entah karena aku yang terlihat terlalu polos, atau karena mataku yang tak mampu berbohong seperti dulu lagi.
dan aku mengorbankan seluruh harga diriku terinjak ringan di bawah kakinya. aku seperti ditampar ribuan orang dan dihempaskan ke dalam jurang. hingga kemudian aku muak dan mengakhiri kebohongan itu sendiri dan mengakui kesalahanku. aku tersudutkan.
mereka telah mampu mengambil ketenangan ku dan menguras semua emosiku hingga aku menyerah di antara senyuman mengejek dari mereka. dan semua itu kulakukan untuk menolong semua orang yang berada di balik kebohongan itu sendiri.
memang tak ada yang lebih hina daripada ketahuan berbohong dan semua itu terjadi pada diriku. diri yang di bangun pada sebuah kepercayaan agama tinggi dari kecil oleh kedua orang tuaku dan kini aku menodainya. maafkan aku bunda, ayah...aku tak mampu jujur di suasana yang aku sendiri tak mampu hadapi. pada saat itu aku merasa harus pergi dari sebuah kejujuran untuk mendapatkan apa yang aku butuhkan. dan kini aku menyesal.
lebih menyesal dari sebuah keadaan yang membuatku tak mampu menatap mentari pagi setegak badanku dulu. rasanya semua mata memandang hina kepadaku. dan aku kembali tersudutkan