Rabu, 09 Mei 2012

Belajar Memahami Sebuah Kesempatan


Sepuluh bulan yang lalu (dua hari sebelum perayaan hari ulang tahunku yang ke-19), kata orang aku telah menyia-nyiakan kesempatanku yang paling berharga. Kesempatan menginjakan puncak tertinggi di pulau jawa. Puncak gunung semeru yang dikenal dengan nama puncak mahameru. Puncak yang AKAN menjadi kado ulang tahunku dalam perjalanan hebat pertama kalinya. Puncak yang sudah menjadi bunga tidurku dan teman anganku setiap waktunya. Di perjalanan menuju kado terindah itu pulalah, aku telah menorehkan luka yang mendalam. Kakiku berhenti dan tak dapat digerakan dalam radius 50 meter menuju puncak. Jarak yang begitu singkat bukan?? Bahkan terlalu singkat jika dibandingkan dengan perjalanan menuju 50 meter sebelum puncak ini. Aku telah melangkah ribuan meter dari dataran rendah menuju tempat kakiku tak mampu digerakan. Apa yang terjadi dengan kakiku? Terkilirkah? Patahkah? Sakit yang seberat apa hingga aku memutuskan untuk kembali meniti jalan turun?

Aku tak tahu apa yang terjadi hingga aku merasa kesepian yang mendalam. Aku kehilangan orang yang kusayang saat itu. Aku kehilangan sahabatku yang saat itu berjalan meninggalkan diriku sendiri dengan pacarnya. Padahal aku sangat membutuhkan pegangan tangannya. Semangat yang membara seperti pertama kali kami mengucap janji akan menginjakan puncak Mahameru bersama. BERSAMA. Ya, sudahlah itu mungkin sudah berlalu walau aku masih belum mau atau tepatnya belum mampu menginjakan kakiku kembali di salah satu gunung favoritku itu. Takut mengenang masa yang menyakitkan mungkin. Hingga aku membaca sebuah novel karangan Mas Tere Liye. "Senja Bersama Rosie", salah satu buku Tere Liye yang diterbitkan tahun 2008 dengan jumlah 462 halaman. Beginilah cuplikan sinopsisnya,

Senja Bersama Rosie bercerita tentang Tegar Karang, seorang pria yang "harus" membatalkan pertunangannya untuk menemani Rosie dan anak-anaknya, yang secara tragis kehilangan suaminya akibat tragedi bom Bali II.

Rosie merupakan sahabat masa kecil Tegar. Menghabiskan dua puluh tahunnya bersama Rosie, sudah barang tentu menimbulkan perasaan yang berbeda di hati Tegar terhadap Rosie. Sayangnya Tegar kalah cepat. Adalah Nathan, seorang sahabatnya yang lain, yang berhasil mendapatkan cinta Rosie. Padahal Nathan dan Rosie baru saling kenal selama dua bulan. Dalam dua bulan pula Nathan menyatakan perasaannya kepada Rosie. Dua bulan yang setara dengan dua puluh tahun Tegar.


Tegar yang patah hati, memutuskan menghilang dari kehidupan dua sahabatnya itu. Selama lima tahun menenggelamkan dirinya dalam dunia kerja, melewatkan malam-malam dengan mimpi menyesakkan, berusaha mengenyahkan Rosie dari pikirannya, hingga satu hari tanpa disangka Rosie, Dani dan dua kuntum bunga mereka berdiri di pintu apartemennya.


Kedatangan Rosie dan Nathan di apartemen Tegar menjadi titik awal tersambungnya kembali persahabatan mereka. Tahun demi tahun berlalu. Tegar pun sudah menemukan tambatan hatinya -seorang ahli physiotherapy bernama Sekar- yang rencananya akan dinikahinya setelah lima tahun mereka berhubungan. Sayangnya tragedi bom Bali II merusak segala rencana.


Awalnya Tegar menyangka ia hanya perlu menunda pertunangannya dengan Sekar. Namun rupanya kondisi Rosie lebih parah dari dugaan. Dua minggu penundaan pertunangan berubah menjadi dua tahun. Selama dua tahun itu pula Tegar menjalani kehidupan barunya di Gili Trawangan. Melanjutkan usaha resort yang ditinggalkan Nathan dan Rosie dan mengurus empat buah hati mereka, tanpa mengetahui kalau di ibukota sana seorang perempuan menantinya dengan setia.


Tepat di hari Rosie diijinkan keluar dari rehabilitasi, Tegar bertemu kembali dengan Linda -mantan sekretaris sekaligus sepupu Sekar-. Melalui Linda-lah Tegar diingatkan kembali akan sebuah harapan yang pernah ia berikan pada seorang perempuan. Harapan yang membuat perempuan itu harus melewati dua tahun malam-malam penuh penantian. Apakah setelah Rosie sembuh Tegar masih sanggup memenuhi janjinya kepada Sekar? Benarkan setelah lima belas tahun cinta Tegar kepada Rosie bisa tergantikan?

Dari buku inilah aku belajar makna kesempatan. Aku belajar makna keputusan. Aku belajar memahami kondisi "bodohku" sepuluh bulan yang lalu. Keputusanku yang selalu dianggap semua orang adalah keputusan terbodoh yang pernah ada menjadi indah bagiku dan hidupku. Malah akan menjadi bodoh ketika aku tetep melanjutkan perjalanan ke puncak. Dari sepenggal kalimat inilah aku belajar memahami semuanya.

"Hanya butuh lima belas menit untuk tiba di puncaknya, Mas Tegar.... Dan aku bisa berfoto, bilang ke semua orang dengan perasaan bangga bahwa aku pernah menaklukkan puncak Jaya Wijaya. Tetapi aku memilih untuk tak melakukannya... Justru semua itu lebih menyenangkan saat dikenang dengan: aku pernah punya kesempatan menjejak puncak itu, mudah sekali menyelesaikan sepotong sisanya, tapi aku memutuskan untuk cukup.... Tidak perlu hingga ke atasnya.... Memutuskan kembali.... memutuskan hanya menerka-nerka seperti apa rasanya saat tiba di puncak...."

"Percaya atau tidak, membayangkan seperti apa hebatnya perasaan di atasnya akan jauh lebih hebat dibandingkan kalau aku benar-benar tiba di sana, bukan? Bisa jadi aku kecewa setelah benar-benar tiba di sana, ternyata semua itu tidak sehebat yang kubayangkan...Tetapi dengan mengurungkan menjejaknya walau tinggal selangkah, semua itu akan membuat kenangan, bayangan dan pengharapan itu tetap sakral...Tetap hebat seperti yang kubayangkan..." 

Sepenggal kalimat itulah yang mengajarkanku arti CUKUP. Ya, perjalananku cukup sampai 50 meter sebelum puncak. Semua itu sudah menjadi kado terindah buatku yang akan menginjakan usia 19 tahun. Mungkin sebagian dari kalian masih mengerutkan keningnya memahami pemikiranku akan arti cukup. Bagaimana bisa dikatakan cukup ketika tinggal selangkah lagi bahkan hanya sepersekian persen langkah kalian akan menggapai kesuksesan namun kalian berhenti???

Biar kujelaskan dengan contoh yang lebih mudah kalian pahami. Suatu ketika, kalian merencanakan perjalanan ke sebuah pantai yang memiliki beragam keindahan. Penduduk sekitar mengatakan, di sepanjang garis pantai ini memiliki sepuluh pantai yang indah. Kamu dengan riang dan semangat menggebu-gebu menjejakan kakimu di hampir semua pantai hingga kamu terpaku menatap pantai yang kesembilan. Lidahmu kelu untuk sekedar mengatakan "WOW". Tiga huruf saja memang tapi sulitnya melebihi ujian skripsi. Bukan karena apa-apa tapi karena di antara kesembilan pantai yang kamu lihat inilah yang terindah. Sekelebat otakmu berpikir bahwa pantai yang selanjutnya pasti lebih indah dari pantai yang mampu membuat lidahmu kelu ini. Itu semua dikarenakan keindahan pantai sudah menjadi tangga keindahan dalam otakmu. Semakin dijelajahi akan semakin indah. Tapi apa yang kamu dapat ketika kamu sudah menjejakan kakimu di pantai yang terakhir?? Senyuman? Lidah yang kelu? Mata yang menatap tanpa kedipan?? Kamu hanya memandang nanar. Keindahan yang sudah kamu deskripsikan jauh di dalam otakmu tak tervisualisasikan dalam matamu kala itu. Hanya kekecewaan dan itulah maksud sebenarnya. Kamu diminta untuk mencukupi perjalananmu di pantai kesembilan. Agar kamu tidak kecewa.


Itulah alasan mengapa aku berhenti dan kembali turun. Semua sudah cukup indah bagiku walaupun hanya berada di 50 meter sebelum puncak. Dan semua menjadi lebih indah ketika aku mengirimkan secarik surat kepada sahabatku mengenai perasaanku.

Kami menjadi lebih memahami satu sama lain...
Kami menjadi lebih mengingatkan satu sama lain...
Dan kami menjadi lebih menyayangi satu sama lain...


#Kesalahan itu pasti ada tapi bagaimana kalian menyikapi kesalahan teman kalian itulah rahasianya.#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mampir yuk..
kasih komen, saran, kritik, atau makanan juga boleh
^.^