Hanya Tuhan yang tahu segalanya. Dan hanya takdir yang
bikin kita stuck pada satu kenyataan.
Jika tahun lalu di saat aku harus menangis di dalam
hati karena ditolak mentah-mentah oleh seorang (mantan) gebetan. Oleh kamu. Tahun
ini aku kembali menangis karena takdir menolak mentah-mentah perjuangan kamu
untuk cepat sembuh.
“kamu lagi dikurangin dosanya.” Hiburku .
Hanya hening balasanmu, meski kutahu kamu sudah tak
punya harapan dalam imajimu.
Aku memandang sekitar. Melihat (mantan) calon orang
yang bisa aku panggil ibu, melihat (mantan) calon yang bisa aku panggil bapak
dan adik wanitamu yang seumuran denganku yang mungkin bisa aku ajak bercerita
bagaimana kenangan bersamamu. Mereka mendoakanmu lebih dari yang kau tahu. Mereka
bahkan berdoa dalam candaan, berdoa dalam diam dan dalam gelisahnya tidur
mereka.
Mereka bahkan sejatinya tak pernah tidur. Mereka menangis
dalam tawa, menangis dalam senyuman. Menangis karena kau semakin kalah. Kau kalah
dengan takdir. Kau tak pernah bangkit atau bahkan takut untuk bangkit.
Tak bisakah kau lihat bengkaknya mata mereka, sembabnya
hati mereka. Itu smeua karena kau mengalah. Mengalah pada takdir yang terus
menertawakanmu.
Asal kau tahu, takdir tak berniat menjerumuskanmu. Ia hanya
ingin kau bangkit dari kekalahan. Yang sejatinya kau tak pernah kalah jika
bersikap.
Tidakkah kehadiranku mampu manambah semangatmu. Aku akan
menemani jika itu membantumu. Sungguh. Bukan karena ada cinta yang tersisa. Hanya
saja kau sudah lebih dari sekedar teman. Kau sahabatku kini. Asal kau tahu, aku
ikut menangis kala melihat ibumu menangis di hadapanku. Bukan air mata memang
yang jatuh. Tapi semua curhatannya mampu merobek hati malaikat pencabut nyawa
sekalipun. Andai dia ibuku, mungkin aku tak pernah berhenti bersujud di kakinya
meminta agar berhenti menangis.
Bangkitlah sobat. Kamu pasti bisa. Tuhan akan
membantumu kalau kau mau. Dia ingin lihat kegigihan hatimu. Sama seperti kau
gigih untuk tak berhenti menghisap barang haram itu. Sudah kubilang
berkali-kali. Berhentilah merokok. Tapi kamu dengan kekerasan hatimu tak pernah
mau menurut.
Lihatlah kini!
Kau bahkan benci sekali melihat iklannya yang selalu
laku di televisi. Kau benci sekali hingga memaki-maki di dunia maya. Untuk apa
sobat? Semua penyesalan sudah terlambat. Yang tersisa hanyalah semangat juangmu
untuk sembuh. Aku mendoakanmu. Kami semua teman-temanmu tak berhenti mendoakanmu.
Karena kamu bagian dari hidup kami. Bagian dari puzzle
cerita kehidupan kami. Tanpamu aku tak pernah lihat kuda laut saat berenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mampir yuk..
kasih komen, saran, kritik, atau makanan juga boleh
^.^