Minggu, 22 Juni 2014

inikah akhir cerita cinta?

Sore ini aku melangkahkan kaki ke ujung pantai di dekat rumahku. Sudah berbulan-bulan lamanya aku tak menyapa seseorang di ujung sana yang menenangkan hatiku di kala gundah. Seseorang yang member tawa dalam hatiku yang gelisah. Aku melangkah sambil melompat riang menginjakan kaki di bawah daun kering yang berwarna coklat. Ah, coklat warna kesukaanku.

Aku melirik jam tangan lusuh pemberian ayah di pergelangan kiri tanganku. Masih ada waktu satu menit sebelum akhirnya bertemu. Aku memilih tempat yang sama, di waktu yang sama untuk menunggu orang yang sama. Sesekali kakiku memainkan riak ombak yang menari-nari liar di betisku. Setiap detik semakin liar dan terus menjadi ribut.

Aku mengangkat kaki dari ciuman ombak. Firasatku memburuk. Tidak biasanya ombak kejam seperti itu. Tapi biarlah, mungkin dirinya sedang gundah dan ingin menghempaskan emosinya hari ini. aku melipat kakiku silang. Sambil bersiul pelan berusaha mematikan waktu yang terus meneriakan kebosanan. Aku kembali menatap pergelangan kiri tanganku. Jarum jam begitu cepat berlalu dan seseorang yang kutunggu tak kunjung datang. Angin berteriak padaku. Siapa yang aku tunggu selama ini? aku menjawab dalam kesedihan. Aku menunggu senja, pangeran di ujung pulau sana. Angin mengabarkan ada perayaan besar di pulau seberang dan kemungkinan senja datang itu pun kandas. Aku pulang membawa tangan hampa. Aku pulang membawa kembali ceritaku yang ingin kutumpahkan padanya. Karena entah emngapa hanya dengan senja aku mampu berceriita segala hal. Tentang apa yang terjadi padaku, keseharianku, hingga perasaanku yang semakin melekatkan namanya.

Keesokan harinya aku melakukan hal yang sama. Menunggu di tempat yang sama, di waktu yang sama dan menanti kedatangan orang yang sama. Ombak sedikit membisu kali ini. bahkan tak berani menari di kakiku yang sudah terjulur di dekatnya. Sambil bersiul dalam suara yang semakin kecil, seekor ikan mendekatiku heran. Siapa yang aku tunggu selama ini? aku menjawab bahwa aku menunggu senja, pangeran di ujung pulau sana. Ikan itu berkata, bahwa pangeran itu sedang mengembara ke pulau lain. Titah dari sang raja. Aku terdiam. Menelan ludahku sendiri yang sudah kering.

Hatiku mulai bertanya namun masih kusimpan pertanyaan untukku senndiri. Dan pulang adalah pilihan terbaik untuk menenggelamkan diriku dari rasa khawatir yan menggebu. Kejadian ini terus berulang hingga 2 bulan kemudian. Aku kembali menunggu dan kali ini ombak berteriak padaku. Untuk apa kau menunggu? Senja yang dulu kau impikan tak akan datang kembali padamu. Kau terlalu ribut, terlalu banyak meminta, terlalu banyak menuntut. Senja bosan denganmu.

Aku tertunduk menahan air mata dari dua bulan lalu. Adakah aku kembali menerima kepahitan yang selalu kuhindari? Adakah pertanyaan yang selalu kutakutkan bahwa aku tak semenyenagkan seperti yang ia harapkan? Benarkah aku bukan wakita yang membuatnya nyaman?

Ketakutan ini datang juga. Bahwa aku tak pantas mendapatkan cinta dari siapapun. Cinta dari lelaki di desaku bahkan hingga ke pulau seberang. Aku hanya akan menua sendiri dalam pekatnya malam dan rambut yang terus beruban.

Kali ini aku memutuskan untuk tak pulang. Aku menunggu hingga cahaya jingga menghilang dalam pekatnya malam. Membiarkan diriku dalam tangis yang tak berkesudahan. Inikah akhir cerita cintaku?

Inikah akhir cerita cinta
Yang selama ini aku banggakan di depan mereka

Entah dimana kusembunyikan rasa maluu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mampir yuk..
kasih komen, saran, kritik, atau makanan juga boleh
^.^