Menatap
nilai saya yang keluar setelah perbaikan tak ada perubahan, saya kecewa sekali.
Seperti ditimpuk garam di luka yang saya buat sendiri. Sakittt..
Sebodoh
itukah saya dalam dunia pendidikan??
Menghitung
jatah belajar saya yang hanya tinggal 1, 5 tahun lagi dengan jumlah nilai-nilai
yang kurang memuaskan saya tak yakin bisa mendapatkan IPK minimal 3. Oh my God,
what’s wrong with me??
Apakah
akan kembali seperti dulu?? Terjatuh di atas keberhasilan kakak saya sendiri? Saya
gak kuat kalo lagi – lagi harus kembali terulang. Menjadi yang terburuk setelah
keberhasilan kakak sendiri. Saya ingin paling tidak sejajar dengan yang ia
dapatkan. Tak perlulah muluk-muluk meminta menjadi di atasnya karena saya tahu
persis saya tak pernah menjadi wanita seberuntung dirinya.
Ini
sudah yang kesekian kalinya, tapi kenapa sakitnya masih tetap sama? Bahkan lebih sakit dari biasanya. Lalu di
manakah letak kelebihan yang saya miliki? Seperti apakah masa depan saya
nanti??
Kalau
dalam dunia pendidikan saja saya tak pernah sejajar dengannya. Saya kan hanya
ingin sejajar tidak lebih kok.
Huftt,
seginikah kemampuan yang saya miliki?? Ini hampir mencapai titik penghabisan
kesabaran saya. Terlebih mengingat kejadian beberapa minggu yang lalu.
Beberapa
minggu yang lalu, saya kedatangan seorang teman. Ia sedang berkunjung ke kota
pendidikan saya. Di sela-sela kegiatan kami berdua, ia membuka nilai-nilai
semesterannya. Agak sedikit lama karena loading lelet. Apa yang terjadi setelah
loading selesai dan semua nilai terbuka semua. Ia menangis tak ada
henti-hentinya. Apakah ia mendapatkan nilai E atau D? tidak, ia hanya
mendapatkan nilai B.
Ya
Tuhan, jika dengan mendapatkan nilai B saja ia sudah menangis seperti itu lalu
bagaimana dengan nilai saya yang jauh dari nilai dirinya?? Mungkin matanya tak
bisa membuka saking hebatnya tangisan yang ada. Seperti diejek goblok atau
bodoh luar biasa dengan sikap yang ia lakukan. Ingin rasanya saya berteriak
menyuruhnya diam dan berhenti menangis. Apa yang ia dapatkan masih lebih baik
daripada yang aku miliki. Tapi aku tak sanggup mempermalukan diriku sendiri. Aku
cukup diam dan menangis hebat di dalam hati. Semua yang aku dapatkan adalah
hasil jerih payah usahaku sendiri. Seperti itulah kemampuanku, terlalu rendah.